July 13, 2011

Ketika persahabatan berharap lebih

   No comments     
categories: 
WAKTU itu saya kuliah di fakultas ekonomi, akademi bahasa asing dan fakultas hukum. Pagi di fakultas ekonomi, siang di akademi bahasa asing dan malam di fakultas hukum. Karena sulit mengatur waktu, kadang-kadang saya tidak masuk kuliah.
Untuk menyiasati supaya saya tidak ketinggalan kuliah, maka tiap perguruan tinggi saya memiliki sahabat mahasiswi yang membantu saya. Artinya, mereka bersedia meminjamkan buku catatannya selama saya tidak untuk kuliah untuk saya fotokopi. Istilah kerennya, mereka menjadi sekretaris saya. Mereka memang saya pilih yang tulisannya bagus dan tentu saja cantik.
“Tolong dong, pinjam catatan yang kemarin saya tidak masuk” Saya meminjam buku catatan ke Vera, teman kuliah di fakultas ekonomi. Dengan senang hati, buku itu dipinjamkan ke saya. Walaupun tidak minta ditraktir, maka sebagai ucapan terima kasih saya traktir Vera makan siang di kantin kampus.
Hal yang sama juga lakukan untuk Lunaya, mahasiswi akademi bahasa asing. Demikian pula di fakultas hukum saya dibantu Febri. Memang sih, konsekuensinya saya harus keluar biaya banyak. Lantas, untuk apa kuliah banyak? Semula hanya iseng ikut tes, ternyata diterima. Padahal yang ikut ribuan orang. Akhirnya, saya kuliah lagi. Begitu seterusnya.
“Jangan lupa, besok belajar bersama di rumah saya” Febri mengingatkan. Tiap Minggu memang ada kegiatan belajar bersama di rumahnya. Jumlah anggotanya cukup banyak, sekitar 17 mahasiswa.
“O ya, saya pasti datang” Janji saya. Karena kebetulan rumah Febri dekat rumah saya, bahkan satu perumahan di Sunter Hijau Permai, jakarta Utara, maka sayapun pulang bersama dengan menggunakan sepedea motor. Apalagi, pulang kuliah pasti malam hari. Kuliahnya memang sore hingga malam.
Begitulah persahabatan saya dengan Vera di fakultas ekonomi, Lunaya di akademi bahasa asing dan Febri di fakultas hukum. Adalah hal biasa kalau saya mengajak Vera makan siang bersama di Kentucky, mengajak makan Lunaya ke perpustakaan untuk mencari buku atau mengajak Febri mengikuti kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler di kampus.

Hari demi hari, bulan demi bulan dan dua tahun berjalan sudah persahabatan kami. Saya selama ini menganggap mereka sebagai sahabat saja, sebab sebenarnya saya sudah punya pacar yang kuliah di fakultas psikologi, Yogyakarta.
Namun suatu ketika saya sedang makan siang bersama dengan Vera di kantin kampus, dia sempat bertanya.
“Kemarin siapa yang Wendy ajak jalan-jalan ke Blok M?”. Vera menatap wajah saya dan menunggu jawaban.
“Kemarin?” Saya mencoba mengingat-ingat. “Oh, itu Lunaya, teman kuliah di akademi bahasa asing. Selama ini Vera, Lunaya dan Febri tahu kalau saya memang kuliah di tiga perguruan tinggi. “Memangnya kenapa?”
“Cantik,ya?” Vera memancing. Saya tertawa “Ya, yang namanya wanita pasti cantik”
“Pacarmu?” Pancing Vera.
“Enggaklah, dia teman saja. Sama seperti teman-teman lain di akademi bahasa asing lainnya. Memangnya saya tidak boleh mengajak teman wanita? Nanti kalau saya bawa teman pria, Vera mengira saya gay atau homo. Ha ha ha…” Saya menjelaskan.
Ternyata, Lunaya juga mengetahui hubungan saya dengan Febri. Febripun memergoki saya makan siang bersama Vera. Satu hal yang di luar dugaan, ternyata mereka saling mengenal. Katanya, mereka dulu satu SMAN di salah satu SMAN di Jakarta. “ Oh, bahaya,nih.” Saya menggerutu di dalam hati.
Apa yang saya khawatirkan benar-benar terjadi. Kalau selama ini saya menganggap sebagai teman biasa atau sebagai sekretaris pribadi, ternyata mereka menghendaki lebih dari itu. Bahkan mereka menuntut saya supaya memilih salah satu dari mereka. Tentu sulit. Saya hanya minta waktu sekitar satu bulan.
Kebetulan waktu itu liburan semester. Pacar saya,Ulfa, yang kuliah di Yogya berlibur ke Jakarta dan menginap di rumah tantenya di kawasan Cibubur. Kesempatan itu saya gunakan untuk mengajak Ulfa jalan-jalan dan sekaligus saya memperkenalkan Ulfa ke Vera,Lunaya dan Febri. Mereka bertiga akhirnya tahu kalau saya sudah punya pacar. Kepada Ulfapun saya jelaskan bahwa mereka bertiga adalah teman biasa.
Sejak saat itu, hubungan saya dengan Vera, Lunaya dan Febri kembali baik. Toh, mereka sudah dewasa. Kuliah sayapun berjalan lancar sehingga beberapa semester kemudian saya berhasil lulus dari fakultas ekonomi, akademi bahasa asing dan fakultas hukum. Vera, Lunaya dan Febri juga lulus. Akhirnya saya mengadakan acara syukuran mengundang 50 teman-teman terbaik saya dari ketiga perguruan tinggi tersebut untuk makan siang bersama.
Hadir Vera dan calon suaminya, Lunaya dengan calon suainya dan Febri juga dengan calon suaminya. Suasanya cukup meriah dan menyenangkan.

0 komentar:

Post a Comment