WAKTU itu saya kuliah di fakultas ekonomi, akademi bahasa asing dan fakultas hukum. Pagi di fakultas ekonomi, siang di akademi bahasa asing dan malam di fakultas hukum. Karena sulit mengatur waktu, kadang-kadang saya tidak masuk kuliah.
Untuk menyiasati supaya saya tidak ketinggalan kuliah, maka tiap perguruan tinggi saya memiliki sahabat mahasiswi yang membantu saya. Artinya, mereka bersedia meminjamkan buku catatannya selama saya tidak untuk kuliah untuk saya fotokopi. Istilah kerennya, mereka menjadi sekretaris saya. Mereka memang saya pilih yang tulisannya bagus dan tentu saja cantik.
“Tolong dong, pinjam catatan yang kemarin saya tidak masuk” Saya meminjam buku catatan ke Vera, teman kuliah di fakultas ekonomi. Dengan senang hati, buku itu dipinjamkan ke saya. Walaupun tidak minta ditraktir, maka sebagai ucapan terima kasih saya traktir Vera makan siang di kantin kampus.
Hal yang sama juga lakukan untuk Lunaya, mahasiswi akademi bahasa asing. Demikian pula di fakultas hukum saya dibantu Febri. Memang sih, konsekuensinya saya harus keluar biaya banyak. Lantas, untuk apa kuliah banyak? Semula hanya iseng ikut tes, ternyata diterima. Padahal yang ikut ribuan orang. Akhirnya, saya kuliah lagi. Begitu seterusnya.
“Jangan lupa, besok belajar bersama di rumah saya” Febri mengingatkan. Tiap Minggu memang ada kegiatan belajar bersama di rumahnya. Jumlah anggotanya cukup banyak, sekitar 17 mahasiswa.
“O ya, saya pasti datang” Janji saya. Karena kebetulan rumah Febri dekat rumah saya, bahkan satu perumahan di Sunter Hijau Permai, jakarta Utara, maka sayapun pulang bersama dengan menggunakan sepedea motor. Apalagi, pulang kuliah pasti malam hari. Kuliahnya memang sore hingga malam.
Begitulah persahabatan saya dengan Vera di fakultas ekonomi, Lunaya di akademi bahasa asing dan Febri di fakultas hukum. Adalah hal biasa kalau saya mengajak Vera makan siang bersama di Kentucky, mengajak makan Lunaya ke perpustakaan untuk mencari buku atau mengajak Febri mengikuti kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler di kampus.